Kamis, 15 April 2010

Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Pengertian BPR ( Bank Perkreditan Rakyat)
Bank Perkreditan Rakyat ( BPR ) adalah salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah. Dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan. BPR sudah ada sejak jaman sebelum kemerdekaan yang dikenal dengan sebutan Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani dan Bank Dagang Desa atau Bank Pasar.
BPR merupakan lembaga perbankan resmi yang diatur berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut secara jelas disebutkan bahwa ada dua jenis bank, yaitu BANK UMUM dan BPR. Fungsi BPR tidak hanya sekedar menyalurkan kredit kepada para pengusaha mikro, kecil dan menengah, tetapi juga menerima simpanan dari masyarakat. Dalam penyaluran kredit kepada masyarakat menggunakan prinsip 3T, yaitu Tepat Waktu, Tepat Jumlah, Tepat Sasaran, karena proses kreditnya yang relatif cepat, persyaratan lebih sedeRata Penuhrhana, dan sangat mengerti akan kebutuhan Nasabah.

Usaha BPR
Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect dan pendapatan bunga. Adapun usaha-usaha BPR adalah :
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over likuiditas.

Usaha yang Tidak Boleh Dilakukan BPR
Ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan BPR. Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR adalah :
1. Menerima simpanan berupa giro.
2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
3. Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.
4. Melakukan usaha perasuransian.
5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.

Alokasi Kredit BPR
Dalam mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu :

1. Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.

2. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau seke¬lompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

3. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

Rentabilitas
Pengertian Rentabilitas
Rentabilitas suatu perusahaan menunjukan perbandingan antara laba dengan aktiva / modal yang menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain rentabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu (Bambang Riyanto, 2001:35). Rentabilitas menurut Munawir (2001:86), adalah rasio untuk mengukur profit yang diperoleh dari modal-modal yang digunakan untuk operasi tersebut. Atau ratio mengukur kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan. Sedangkan menurut Wasis (1989:97) dalam bukunya "Pembelanjaan Perusahaan" rentabilitas mempunyai sinonim dengan rate of retum, eaming power, dan profitability. Yang dimaksud rentabilitas yaitu kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba. Kalau laba atau profit adalah jumlahnya, maka rentabilitas adalah kemampuan untuk memperoleh jumlah tersebut. Kemampuan itu antara lain disebabkan oleh tersedianya kemudahan dalam bentuk modal kerja yang ditanamkan. Rentabilitas dalam hal ini bukan semata-mata kemampuan saja, tetapi kemampuan yang dikaitkan dengan modal yang digunakan. Oleh karena itu rentabilitas juga merupakan perbandingan, yaitu perbandingan antara laba tersebut. Rentabilitas menunjukan angka nisbi yang dipergunakan sebagai petunjuk atau indikator keberhasilan perusahaan. Bagi perusahaan pada umumnya masalah rentabilitas lebih penting dari masalah laba, karena laba yang besar belumlah merupakan ukuran bahwa perusahaan itu telah dapat bekerja dengan efisien. Efisien baru dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut, dengan kata lain menghitung rentabilitasnya. Dengan demikian yang harus diperhatikan oleh perusahaan ialah tidak hanya bagaimana usaha untuk mempertinggi
rentabilitasnya (Bambang Riyanto, 2001:37).

Tujuan Penggunaan Rentabilitas
Tujuan penggunaan rentabilitas menurut Harnanto (1991: 351) adalah sebagai criteria penilaian hasil operasi merupakan tujuan pokok dan dapat dipakai sebagai :
1. Suatu indikator tentang efektivitas manajemen. Rentabilitas sebagai indikator tentang efektivitas manajemen karena rentabilitas mampu menggambarkan kemampuan perusahaan (PD BPR BKK) untuk mendapatkan laba dengan membandingkan modal yang dimiliki untuk menghasilkan laba tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa rentabilitas adalah manifestasi dari efektivitas dan kualitas manajemen.
2. Suatu alat membuat proyeksi laba perusahaan. Rentabilitas sebagai alat membuat proyeksi laba perusahaan karena rentabilitas mampu menggambarkan korelasi atau hubungan antara laba dengan modal yang digunakan untukmenghasilan laba tersebut. Oleh karena itu manajer dapat
menganalisa dan merencanakan laba pada berbagai tingkat.

Pengendalian Intern Kredit
Pengertian Kredit
Dalam kehidupan sehari-hari sering didengar adanya istilah kredit, yang diartikan penundaan pembayaran oleh pihak yang menerima barang atau uang kepada pihak yang memberikannya dengan perjanjian tertentu.
Istilah kredit sebenarnya berasal dari bahasa latin “credere” yang berarti kepercayaan atau “credo” yang artinya saya percaya. Bila seseorang memperoleh kredit, berarti dia telah memperoleh kepercayaan. Kegiatan orang perorang atau badan usaha dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya dengan cara pinjam meminjam dinamakan Kredit.
Transaksi kredit timbul karena suatu pihak meminjam sejumlah uang atau sesuatu yang dipersamakan dengan itu, di mana pihak peminjam wajib melunasi kredit/ hutangnya pada waktu yang telah ditentukan. Disamping itu kredit pun timbul sebagai akibat adanya transaksi jual beli, dimana pembayarannya ditangguhkan, baik sebagian maupun seluruhnya.
Pengertian kredit menurut UU Perbankan No.7 tahun 1992 :
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara suatu perusahaan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah uang, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.”
Pengertian kredit menurut Eric L. Kohler (1964;154) :
“Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan dan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati”.
Pengertian kredit menurut Teguh Pudjo Muljono (1989;45) :
“Kredit adalah suatu penyertaan uang atau tagihan atau dapat juga barang yang menimbulkan tagihan tersebut pada pihak lain. Atau juga memberi pinjaman pada orang lain dengan harapan akan memperoleh suatu tambahan nilai dari pokok pinjaman tersebut yaitu berupa bunga sebagai pendapatan bagi pihak yang bersangkutan”.
Berdasarkan pada pengertian-pengertian diatas dapat diketahui bahwa transaksi kredit timbul sebagai akibat suatu pihak meminjam kepada pihak lain, baik itu berupa uang, barang dan sebagainya yang dapat menimbulkan tagihan bagi kreditur. Hal lain yang dapat menimbulkan transaksi kredit yaitu berupa kegiatan jual beli dimana pembayarannya akan ditangguhkan dalam suatu jangka waktu tertentu baik sebagian maupun seluruhnya. Kegiatan transaksi kredit tersebut diatas akan mendatangkan piutang atau tagihan bagi kreditur serta mendatangkan kewajiban untuk membayar bagi debitur.


Pengertian pengendalian intern kredit
Pengendalian intern kredit adalah usaha-usaha untuk menjaga
kredit yang diberikan tetap lancar, produktif dan tidak macet. Lancar dan produktif artinya kredit itu dapat ditarik kembali bersama bunganya sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui kedua belah pihak. Pengendalian intern kredit penting, karena jika kredit macet berarti kerugian bagi bank bersangkutan. Oleh karena itu, penyaluran kredit harus didasarkan pada prisip kehati-hatian dan dengan system pengendalian intern kredit yang baik dan benar.


Pentingnya pengendalian intern kredit
Kredit memberikan dampak adanya penangguhan penerimaan uang, baru pada saat jatuh temponya terjadi aliran kas masuk. Penangguhan penerimaan uang tersebut akan memberikan pengaruh yang kurang baik, apabila pemberian kredit yang dilakukan terlalu besar akan terjadi penimbunan modal kerja dalam aktiva lancar kredit yang diberikan. Pengendalian intern kredit mutlak harus dilaksanakan untuk menghindari terjadinya kredit macet dan penyelesaian kredit macet. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan piutang (kredit) yang baik yaitu dalam bentuk kebijaksanaan kredit yang mengandung unsur pengendalian intern piutang, agar dana yang terdapat dari para debitur dapat tertagih tepat pada waktunya sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

Tujuan pengendalian intern kredit
Tujuan pengendalian intern kredit bagi bank, dalam hal ini adalah untuk:
1. Menjaga agar kredit yang disalurkan tetap aman.
2. Mengetahui apakah kredit yang disalurkan itu lancer atau tidak.
3. Melakukan tindakan pencegahan dan penyelesaian kredit macet atau kredit bermasalah.
4. Mengevaluasi apakah prosedur penyaluran kredit yang dilakukan telah baik atau masih perlu disempurnakan.
5. Memperbaiki kesalahan-kesalahan karyawan analisis kredit dan mengusahakan agar kesalahan itu tidak terulang kembali.
6. Mengetahui posisi persentase collectibility credit yang disalurkan bank
7. Meningkatkan moral dan tanggungjawab karyawan analisis kredit bank

Analisis Permohonan Kredit
Analisis permohonan kredit terkait dengan calon debitur, langkah yang dilakukan bank sampai dengan menganalisis permohonan kredit.
1. Permohonan Kredit
Tahap pertama dalam pemberian kredit adalah pengajuan permohonan kredit oleh calon debitur. Permohonan ini bisa diajukan secara tertulis tetapi dalam prakteknya lebih banyak dilakukan secara lisan.

2. Pengumpulan data dan pengamatan jaminan.
Apabila permohonan kredit dinilai layak, maka pihak bank akan melakukan pengumpulan data lapangan baik menyangkut data pribadi maupun reputasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
bisnis calon debitur.

3. Analisis kredit
Tahap yang paling menentukan dalam analisis dan pengambilan keputusan pemberian kredit adalah. penentuan layak atau tidak permohonan kredit calon debitur. Disini pihak bank dituntut obyektif dan konsisten atas hasil analisis dengan berpegang pada prinsip-prinsip kelayakan kredit.
Prinsip analisis kredit dalam dunia perbankan dikenal dengan
konsep 5C, yaitu:
1. Character (Watak)
Karakter pemohon kredit dapat diperoleh dengan cara mengumpulkan informasi dari referensi nasabah dan bank-bank lain tentang perilaku, kejujuran, pergaulan, dan ketaatannya memenuhi pembayaran transaksi. Karakter yang baik jika ada keinginan untuk membayar kewajibannya.
2. Capacity (Kemampuan)
Kemampuan calon debitur perlu dianalisis apakah ia mampu memimpin perusahaan dengan baik dan benar. Kalau ia mampu meminpin perusahaan, ia akan dapat membayar pinjaman sesuai
dengan perjanjian dan perusahaannya tetap berdiri.
3. Capital (Modal)
Modal dari calon debitur harus dianalisis mengenai besar dan struktur modalnya yang terlihat dari neraca lajur perusahaan calon debitur.
4. Condition (Kondisi)
Analisis terhadap aspek ini meliputi analisis terhadap variabel makro yang melingkupi perusahaan baik variabel regiona1, nasional maupun internasional. Variabel yang diperhatikan terutama adalah variabel ekonomi.
5. Collateral (Jaminan)
Penilaian ini meliputi penilaian terhadap jaminan yang diberikan sebagai pengaman kredit yang diberikan bank. Penilaian tersebut meliputi kecenderungan nilai jaminan dimasa depan dan tingkat kemudahan mengkonversikannya menjadi uang tunai (Marketability). Selain konsep atau prinsip 5C tersebut diatas, dalam prakteknya bank juga seringkali menerapkan dasar penilaian lain
yang sering disebut dengan prinsip 5P yaitu :
1. Personality
Bank mencari data tentang kepribadian calon debitur seperti riwayat hidupnya, hobi, keadaan keluarga, sosial standing, serta hal-hal lain yang erat hubungannya dengan kepribadian sipeminjam.
2. Purpose
Bank mencari data tentang tujuan atau keperluan penggunaan kredit.
3. Prospect
Bank mencari data tentang harapan masa depan dari bidang usaha atau kegiatan usaha si peminjam.
4. Payment
Bank mencari data tentang bagaimana perkiraan pembayaran kembali pinjaman yang akan diberikan.
5. Party
Party (golongan) dari calon-calon peminjam bank perlu menggolongkan calon debiturnya menjadi beberapa golongan menurut caracter, capacity dan capital. Penggolongan ini akan memberi arah analisis bank bagaimana ia harus bersikap.

Selain konsep atau prinsip 5C dan 5P bank juga menerapkan
dasar penilaian lain yang sering disebut dengan prinsip 3R yaitu :
1. Return
Yaitu penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh perusahaan calon peminjam setelah mendapatkan kredit, apakah hasil tersebut cukup untuk menutup hasil pinjaman serta sekaligus
memungkinkan pula usahanya untuk berkembang terus.
2. Repayment
Sebagai kelanjutan dari return diatas, yang kemudian diperhitungkan kemampuan, jadwal serta jangka waktu pengembalian kembali kredit.
3. Risk Bearing Activity
Yaitu sejauh mana ketahanan suatu perusahaan calon peminjam untuk menanggung resiko kegagalan andaikata terjadi suatu hal dikemudian hari yang tidak diinginkan.

Kolektibilitas Kredit
Penggolongan kredit berdasarkan kategori tertentu guna memantau kelancaran pembayaran kembali (angsuran) oleh debitur. Berdasarkan surat keputusan Direksi Bank Indonesia No.31 / 147 / Kep / DIR Tanggal 12 November 1998 tentang kualitas aktiva produktif pasal 6 ayat 1, membagi tingkat kolektibilitas kredit menjadi :

1. Kredit lancar
Kredit lancar yaitu kredit yang perjalanannya lancar atau memuaskan, artinya segala kewajiban (bunga atau angsuran utang pokok diselesaikan oleh nasabah secara baik).
2. Kredit dalam perhatian khusus
Kredit dalam perhatian khusus yaitu kredit yang selama 1-2 bulan mutasinya mulai tidak lancar, debitur mulai menunggak.
3. Kredit tidak lancar
Kredit tidak lancar yaitu kredit yang selama 3 atau 6 bulan mutasinya tidak lancar, pembayaran bunga atau utang pokoknya tidak baik. Usaha-usaha approach telah dilakukan tapi hasilnya tetap kurang baik.
4. Kredit diragukan
Kredit diragukan yaitu kredit yang telah tidak lancar dan telah pada jatuh temponya belum dapat juga diselesaikan oleh debitur yang bersangkutan.
5. Kredit macet
Kredit macet sebagai kelanjutan dari usaha penyelesaian atau pengaktivan kembali kredit yang tidak lancar dan usaha itu tidak berhasil, barulah kredit tersebut dikategorikan kedalam kredit macet.



LEASING

PENDAHULUAN

Awal Mula Leasing di Indonesia

Tidak dapat dipungkiri modal merupakan salah satu sarana penting dalam rangka pembiayaan suatu korporasi. Secara umum, dengan melihat pada neraca korporasi, pada sisi kanan neraca selalu terdapat 2 (dua) komponen utama, yakni adanya hutang dan modal. Hutang dan modal inilah yang akan digunakan oleh korporasi untuk membiayai aktivitas-aktivitasnya guna menghasilkan barang dan/atau jasa yang pada akhirnya dapat memberikan keuntungan atau laba bagi korporasi tersebut.

Dalam dunia usaha telah dikenal adanya Sewa Guna Usaha yang dapat dijadikan sebagai alternatif pembiayaan terutama dalam hal penyediaan barang modal atau peralatan perlengkapan lainnya. Dalam tulisan ini penulis hendak menjelaskan secara sederhana hal-hal sehubungan dengan Sewa Guna Usaha ini dan apa keuntungan yang dapat diperoleh oleh korporasi dengan adanya atau menggunakan Sewa Guna Usaha untuk mencukupi barang modal atau peralatan yang dibutuhkan. Terjadinya transaksi Sewa Guna Usaha dilatarbelakangi karena tidak cukupnya dana korporasi (biasa disebut lessee) untuk membeli barang modal sehingga membutuhkan bantuan dari lembaga pembiayaan (biasa disebut lessor).

Secara umum Sewa Guna Usaha adalah equipment funding, yaitu kegiatan pembiayaan dalam bentuk barang modal atau peralatan yang digunakan dalam proses produksi. Walaupun menyandang kata sewa, Sewa Guna Usaha berbeda dengan sewa-menyewa sebagaimana yang dikenal secara umum oleh masyarakat. Sewa Guna Usaha ini telah memiliki payung hukum dengan adanya: (i) Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan; (ii) Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan jo. Keputusan Menteri Keuangan No. 468 tahun 1995; dan (iii) Keputusan Menteri Keuangan No. 1169 tahun 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha


LANDASAN TEORI

Pengertian Leasing

Leasing adalah segala kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal yang penggunaannya diserahkan pada suatu perusahaan, melalui pembayaran secara berkala dalam jangka waktu tertentu. Lease(Sewa GunaTanah) adalah Kontrak yang menetapkan syarat-syarat pengalihan hak pengalihan harta atau aktiva kepada lease oleh pemiliknya, yaitu Lessor.

Dalam kegiatan leasing ada dua pihak yang terkait langsung :

1. Perusahaan yang kegiatannya melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan perusaahan lain. Jenis perusahaan demikian disebut Perusahaan Sewa Guna Usaha (Leasing Company). Selanjutnya bertindak sebagai pihak yang menyewakan atau sebagai Lessor.

2. Perusahaan yang menerima hak untuk menggunakan barang-barang modal, bertindak sebagai Penyewa Guna Usaha atau disebut Lesse .

Jenis Leasing

Jenis Leasing ada 2 (dua) macam, yaitu:

a. Financial Lease atau Capital Lease

Finance lease adalah sewa guna usaha dimana lesse mempunyai hak opsi untuk membeli objek leasing berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama, yang dapat dibedakan lagi menjadi :

· Direct Finance Lease

Direct finance lease adalah dimana penyewa guna usaha belum pernah memiliki barang modal yang menjadi objek sewa guna usaha sehingga atas permintaanya perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal tersebut.

· Sales and Lease Back

Sales and lease back adalah dimana penyewa guna usaha terlebih dahulu menjual barang modal yang sudah dimilikinya kepada perusahaan sewa guna usaha dan atas barang modal yang sama ini kemudian dilakukan kontrak sewa guna usaha antara penyewa guna usaha (pemilik semula) dengan perusahaan sewa guna usaha.

b. Operating Lease (Sewa Menyewa Biasa)

Operating Lease adalah sewa guna usaha yang pada dasarnya seperti sewa menyewa biasa dimana penyewa tidak mempunyai hak opsiuntuk membeli objek sewa guna usaha.

Pihak-Pihak Yang Terlibat

Lessor : Perusahaan leasing yang membiayai keinginan para nasabahnya untuk

memperoleh barang-barang modal

Lesse : Nasabah yang mengajukan permohonan leasing kepada lessor untuk

memperoleh barang modal yang di inginkan.

Supplier : Pedagang yang menyediakan barang yang akan di Leasing sesuai

perjanjian antara lessor dengan lesse dan dalam hal ini supplier juga

dapat bertindak sebagai lessor.

Asuransi : Perusahaan yang akan menanggung resiko terhadap perjanjian lessor

dan lessie. Dan dalam hai ini lesse dikenakan biaya asuransi dan apabila

terjadi sesuatu ,maka perusahaan akan menanggung resiko sebesar

sesuai dengan perjanjian terhadap barang yang akan di leasingkan.


Perusahaan Leasing

Independent leasing : Perusahaan Leasing yang berdiri sendiri dan dapat sekaligus sebagai supplier atau membeli barang-barang modal dari supplier lain untuk di leasekan.

Captive Lessor : Dalam perusahaan leasing ini produsen atau supplier mendurikan perusahaan leasing dan yang mereka leasekan adalah barang milik mereka sendiri.

Lease Broker : Perusahaan jenis ini kerjanya hanyalah mempertemukan keinginan lessee untuk memperoleh barang modal kepada pihak lessor untuk memperoleh barang modal kepada pihak lessor untuk di leasekan.

Masa Sewa Guna Usaha

Masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya :
- 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I,
- 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III,
- 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan.

Perlakuan Perpajakan

1. Finance Lease

a. Perlakuan Pajak bagi Lessor

- Penghasilan lessor yang dikenakan PPh adalah sebagian dari pembayaran finance lease yaitu berupa imbalan jasa leasing dikurangi dengan angsuran pokok. Dalam hal sewa-guna-usaha sindikasi, imbalan jasa bagi masing-masing anggota dihitung secara proporsional sesuai dengan perjanjian antar anggota sindikasi yang bersangkutan.
- Lessor tidak boleh menyusutkan atas barang modal yang di leasing.
- Dalam hal masa leasing lebih pendek dari masa yang telah ditentukan, DJP melakukan koreksi atas pengakuan penghasilan pihak lessor.
- Lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya 2,5% (dua setengah persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang finance lease.
- Kerugian yang diderita karena piutang leasing yang nyata-nyata tidak dapat ditagih lagi dibebankan pada cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang telah dibentuk pada awal tahun pajak yang bersangkutan.
- Dalam hal cadangan penghapusan piutang ragu-ragu tersebut tidak atau tidak sepenuhnya dibebani untuk menutup kerugian dimaksud, maka sisanya dihitung sebagai penghasilan, sedangkan apabila cadangan tersebut tidak mencukupi maka kekurangannya dapat dibebankan sebagai biaya yang dikurangkan dari penghasilan bruto.
- Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk setiap bulan adalah jumlah PPh terutang berdasarkan Laporan Keuangan Triwulanan terakhir yang disetahunkan, dibagi dua belas. Dalam hal lessor juga melaksanakan kegiatan operating lease, maka laporan keuangan triwulanan dimaksud adalah laporan keuangan triwulanan gabungan.

b. Perlakuan Pajak bagi Lessee

- selama masa leasing, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang dileasing, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli.
- Setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan.
- Pembayaran leasing oleh lessee merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi leasing tersebut memenuhi ketentuan yang berlaku.
- Dalam hal masa leasing lebih pendek dari masa yang telah ditentukan, DJP melakukan koreksi atas pembebanan biaya leasing.
- Dalam hal terjadi transaksi sale and lease back, harus diperlakukan sebagai 2 (dua) transaksi yang terpisah yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa-guna-usaha. Transaksi penjualan barang modal kepada lessor diperlakukan sebagai penarikan aktiva dari pemakaian oleh sebab biasa.
- Lessee tidak memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran leasing.
- Atas penyerahan jasa ini dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

2. Operating Lease

a. Perlakuan Pajak bagi Lessor
- seluruh pembayaran operating lease yang diterima lessor merupakan obyek Pajak Penghasilan.
- Lessor membebankan biaya penyusutan atas barang modal yang di leasing tersebut.
- Lessor tidak diperkenankan membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu.

b. Perlakuan Pajak bagi Lessee
- pembayaran operating lease yang dibayar oleh lessee adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
- Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang dileasing.
- Lessee wajib memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran operating lease yang dibayarkan kepada lessor.
- Atas penyerahan jasa ini terhutang Pajak Pertambahan Nilai.

Keunggulan Leasing

1. Tanpa ada uang muka. Sebagian terbesar pembelian harta yang dibiayai dengan menuntut agar sebagian dari harga beli dibayar langsung oleh peminjam pada saat transaksi dilakukan. Hal ini memberi perlindungan tambahan bagi kreditor apabila terjadi kemancetan pembayaran dan pengembalian aktiva. Sebaliknya, kontrak Lease sering kali dibuat sedemikian rupa sehingga 100% nilai aktiva dibiayai melalui Lease. Aspek ini membuat leasing menjadi alternatif yang menarik bagi Perusahaan yang tidak memiliki Kas yang cukup untuk membayar Uang Muka atau Perusahaan yang ingin menggunakan modal yang tersedia untuk tujuan operasi serta investasi yang lain.

2. Menghindarkan resiko pemilikan. Ada banyak resiko dalam pemilikan harta. Resiko ini meliputi kerugian karena bencana, keausan, kondisi perekonomian yang berubah, dan kerusakan fisik. Lesse boleh menghentikan Lease, meskipun biasanya dikenakan denda tertentu, dan dengan demikian menghindarkan penanggungan resiko dari kejadian ini. Keluwesan ini sangat penting bagi perusahaan dimana inovasi dan perubahan Teknologi membuat kegunaan peralatan atau fasilitas tertentu menjadi sangat tiadak pasti.

Lessor juga meraih manfaat dari Meleasing hartanya ketimbang menjualnya.

Keunggulan-keunggulan Lease bagi si Lessor meliputi yang berikut:

1. Meningkatkan Penjualan. Dengan menawarkan produknya melalui Leasing kepada pelanggan potensial, pabrik atau penyalur dapat meningkatkan penjualannya dalam jumlah besar. Seperti diatas para pelanggan mungkin tidak mau atau tidak mampu membeli harta tersebut.

2. Keringanan Pajak. Banyak ketentuan pajak yang memberikan keringan bagi pemilik harta.

Contoh : Sebelum Tax Reform Act th 1986, Undang-undang pajak memberikan kredit pajak investasi yang memperbolehkan pemilik harta mengkreditkannya ke hutang pajak penghasilan entah pada periode berjalan ataupun pada periode mendatang dengan ketentuan bahwa harta tersebut tetap dimilikinya, Jika seorang Lessor menjual aktiva tersebut, maka keringanan pajak itu ikut bersama barangnya, tetapi perjanjian Lease dapat menetapkan siapa yang akan memperoleh manfaat tersebut. Keluwesan ini membuat kredit pajak menjadi unsur penting dalam negosiasi Lease.

3. Kelangsungan Hubungan Dengan Lease. Apabila harta dijaul, pembeli kerap kali tidak mengadakan transaksi lagi dengan penjualnya. Akan tetapi dalam situasi Leasing, Lessor dan Lesse tetap berhubungan selama periode tertentu, dan hubungan bisnis jangka panjang kerap kali dapat dibina melalui Leasing.

4. Nilai sisa Dipertahankan. Dalam banyak perjanjian Lease, Lessor beruntung dari kondisi ekonomi yang membuat nilai residu yang besar pada ahir periode Lease. Lessor dapat Me-Lease aktiva itu kembali kepada Lease lain atau menjualnya dan memperoleh keuntungan pada saat itu juga. Banyak Lessor telah menikmati laba yang besar dari kenaikan nilai residu yang tidak diperkirakan.

Alasan Perusahaan Memilih Leasing :

1. Leasing meningkatkan arus kas (cash flow)
Leasing dapat memfasilitasi 100% pembiayaan tanpa pembayaran uang muka. Besarnya cicilan dapat diatur sesuai dengan kemampuan keuangan anda.

2. Leasing mempertahankan sumber pembiayaan yang lain.
Pembelian barang modal melalui leasing tidak mengganggu fasilitas kredit (credit line) yang perusahaan miliki untuk tetap digunakan untuk keperluan lain. Apabila perusahaan membeli barang modal menggunakan fasilitas kredit bank, maka plafon fasilitas kredit bank anda akan berkurang. (contoh: penggunaan kartu kredit)

3. Leasing memudahkan proses upgrade barang modal.
Sekarang fitur mesin-mesin pabrik berganti setiap 2 (dua) tahun, model kendaraan setiap tahun. Tiap tahun model berkembang dan menerapkan teknologi dan fitur-fitur yang lebih canggih. Leasing dengan opsi (Operational Lease) memudahkan proses upgrade barang modal perusahaan, supaya tidak ketinggalan zaman.

4. Leasing menghemat biaya operasional
Leasing memungkinkan perusahaan membayar cicilan sesuai kemampuan dan tujuan keuangan perusahaan.

5. Leasing menyediakan bunga tetap
Skema bunga tetap memudahkan perusahaan dalam membuat proyeksi anggaran keuangan.

6. Leasing menyediakan pilihan
Perusahaan dapat memilih barang modal yang ingin dibiayai plus garansi kerusakan yang berlaku dari manufaktur tetap merupakan hak perusahaan. Perusahaan Leasing dapat membantu memberikan fasilitas pembiayaan barang modal tersebut.

7. Leasing membantu mengasuransikan inflasi
Skema bunga rendah dan tetap (low & fixed rate) memberikan proteksi terhadap kenaikan harga barang modal di masa mendatang.

8. Leasing membantu perusahaan dalam pembiayaan beberapa barang modal sekaligus Karena cicilan yang dapat diatur sesuai kemampuan perusahaan, leasing membantu perusahaan dalam pembelian beberapa barang modal sekaligus.

9. Leasing memberikan flexibilitas
Leasing memberikan flexibilitas kepada perusahaan untuk membeli, refinancing (sale & lease back), upgrade atau mengembalikan barang modal. Fitur ini dapat ditemui pada leasing dengan opsi (Operating lease).

10. Leasing memberikan keuntungan pajak
Sesuai hukum pajak, pembayaran cicilan dapat dipotong langsung sebagai biaya usaha sebagai pengurang penghasilan, dus perusahaan dapat mengurangi pembayaran pajak tanpa melanggar hukum. Fitur ini dapat ditemui pada leasing dengan opsi (Operating lease)

Proses Pengajuan Leasing

1. Prakarsa leasing dan permohonan leasing dari nasabah diajukan ke perusahaan sewa guna usaha

2. Selanjutnya perusahaan sewa guna usaha akan menganalisa dan mengevaluasi kriteria dari nasabah yang akan menjadi pertimbangan diberi atau ditolaknya pemutusan leasing tersebut,

3. Analisa dan evaluasi yang akan dilakukan adalah mengenai penilaian yang sesama terhadapa watak, kemampuan, modal,agunan, kondisi atau prospek usaha nasabah dan penilaian terhadap sumber pelunasan yang dititikberatkan pada hasil usaha atau penghasilan dari pemohon serta menyajikan aspek yuridis untuk melindungi perusahaan sewa guna usaha.

4. berdasarkan analisa dan evaluasi, pejabat yang berwenang dari perusahaan akan memutuskan persetujuan atau penolakan pengajuan leasing tersebut.

Sebelum memberikan putusan, pejabat pemutus dan pelaksana administrasi dari persahaan sewa guna usaha bertanggungjawab meneliti dan memastikan bahwa dokumen-dokumen yang mendukung pemberian putusan adalah lengkap, masih berlaku, sah, dan berkekuatan hukum.

Dokumen-dokumen yang perlu dilengkapi :

1. Akta Pendirian Perusahaan dan Surat Pengesahan dari Departemen Hukun dan HAM

2. Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP)

3. Dokumen bukti pemilikan agunan, yang aslinya sudah dicek kebenaran dan keabsahannya dan bukti penilaian jaminan

4. Tanda Daftar Perusahaan (TDP)

5. NPWP

6. Laporan keuangan selama 3 tahun terakhir (disarankan audited). Untuk perusahaan baru dilengkapi laporan-laporan riwayat bisnis sebelumnya atau riwayat kepengurusan perusahaan tersebut

7. Salinan rekening koran selama 3 bulan terakhir

8. Dokumen mengenai identitas nasabah yang aslinya sudah dicek kebenarannya

9. Bukti-bukti negosiasi yang telah disetujui dan ditandatangani nasabah

10. Kelengkapan dokumen paket leasing sesuai dengan jenis sewa guna usaha.

Perjanjian Leasing

Setiap leasing yang disetujui dan disepakati wajib dituangkan dalam perjanjian secara tertulis. Bentuk dan format perjanjian harus memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum. Memuat jumlah, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali, tujuan penggunaan, dan perjanjian tersebut harus ditandatangani oleh nasabah.

Dokumen – dokumen dalam perjanjian ini mencakup identitas atau legalitas nasabah dan usahanya. Surat permohonan, laporan analisis dan evaluasi yang dilakukan perusahaan sewa guna usah tehadap perusahaan yang akan menerima leasing, perjanjian dan pencairan, jaminan dan pengikatnya, pembinaan, pengawasan, penyelamatan atau penyelesaian. Jika ada dokumen yang tertunda, maksimal penudaan adalah 30 hari. Pengecekan keabsahan dokumen dilakukan setidaknya 1 tahun sekali, yang harus berkekuatan hukum jika terjadi gejala pemburukan tingkat kolektibilitas.

Semua dokumen dan perjanjian harus berada dalam perusahaan sewa guna usaha (lessor) sampai tenggat waktu perjanjian leasing berakhir. Jika tenggat waktuperjanjian leasing telah berakhir, maka lessor wajib mengembalikan semua dokumen kepada lessee.

Berakhirnya perjanjian leasing bisa terjadi dengan cara baik-baik yaiuti dasar hubungan hukum selesai karena lesse telah melunasi hutangnya kepada lessor atau ”over kontrak”

Berakhirnya perjanjian leasing dengan cara tidak baik yaitu karna buruknya tingkat kolektibilitas sehingga menyebabkan upaya penyelesaian sengketa, eksekusi jaminan, dan pemberesan (penagihan kekurangan atau pengembalian kelebihan).

Perjanjian yang dibuat antara lessor dengan lessee disebut “lease agrement”

Isi kontrak yang di buat secara umum antara lain:

Nama alamat Lessee

Jenis barang modal yang diinginkan

Jumlah atau nilai barang yang di leasingkan

Syarat pembayaran

Syarat kepemilikan

Biaya-biaya yang dikenakan

Sangsi apabila lessee ingkar janji

Dan lain-lain

Kelengkapan legal dokumen :

1. surat kuasa

2. pernyataan jaminan

3. surat pernyataan bersama

4. surat persetujuan

5. dll

Hal yang perlu diperhatikan :

1. Perlindungan terhadap kerahasiaan data nasabah

2. laporan atau pemberitahuan yang layak diterima nasabah

3. denda atau pinalty terhadap keterlambatan pembayaran angsuran

4. pembatasan-pembatasan yang ada didalam perjanjian pembiayaan yang dapat menyebabkan perjanjian berakhir

KESIMPULAN

Dalam realitasnya, leasing merupakan suatu akad untuk menyewa sesuatu barang dalam kurun waktu tertentu. Leasing bergerak di bidang pembiayaan untuk keperluan barang-barang modal yang diinginkan oleh nasabah. Leasing ini ada dua katagori global, yaitu operating lease dan financial lease. Operating lease merupakan suatu proses menyewa suatu barang untuk mendapatkan hanya manfaat barang yang disewanya, sedangkan barangnya itu sendiri tetap merupakan milik bagi pihak pemberi sewa. Sewa jenis pertama ini berpadanan dengan konsep ijarah di dalam syariah Islam yang secara hukum Islam diperbolehkan dan tidak ada masalah.

Adapun financial lease merupakan suatu bentuk sewa dimana kepemilikan barang tersebut berpindah dari pihak pemberi sewa kepada penyewa. Bila dalam masa akhir sewa pihak penyewa tidak dapat melunasi sewanya, barang tersebut tetap merupakan milik pemberi sewa (perusahaan leasing). Akadnya dianggap sebagai akad sewa. Sedangkan bila pada masa akhir sewa pihak penyewa dapat melunasi cicilannya maka barang tersebut menjadi milik penyewa. Biasanya pengalihan pemilikan ini dengan alasan hadiah pada akhir penyewaan, pemberian cuma-cuma, atau janji dan alasan lainnya. Intinya, dalam financial lease terdapat dua proses akad sekaligus : sewa sekaligus beli. Dan inilah sebabnya mengapa leasing bentuk ini disebut sebagai sewa-beli. Leasing dalam tulisan ini dikhususkan pada pembahasan financial leasing atau sewa-beli ini.

DANA PENSIUN

PENDAHULUAN

Secara umum, dana pensiun adalah semua program, peraturan atau ketentuan yang menjanjikan manfaat pensiun termasuk upaya-upaya penghimpunan dana untuk menyelenggarakan program pensiun dan dana yang berhasil dihimpun akan dikelola dengan memperhatikan keamanan dananya serta dapat memberikan return yang optimal.
Pemerintah nampaknya menyadari bahwa upaya pemeliharaan kesinambungan penghasilan pada hari tua perlu mendapat perhatian dan penanganan yang serius. Dalam rangka inilah perlunya pembentukan suatu lembaga yang diharapkan dapat menunjang upaya-upaya memenuhi kebutuhan ini. Lembaga tersebut adalah Dana Pensiun. Dengan adanya Dana Pensiun ini memungkinkan terbentuknya suatu akumulasi dana yang dibutuhkan untuk memelihara kesinambungan penghasilan peserta program hari tua. Keyakinan akan adanya kesinambungan penghasilan menimbulkan ketenteraman kerja, sehingga akan meningkatkan motivasi kerja karyawan yang merupakan iklim kondusif bagi peningkatan produktivitas kerja karyawan. Selain itu loyalitas terhadap perusahaan juga akan meningkat, jika loyalitas meningkat maka pengembangan dan pembinaan karir bagi karyawan yang bersangkutan juga meningkat.
Program dana pensiun di Indonesia tergolong sebagai program baru dalam suatu perusahaan terlebih perusahaan swasta, sehingga peraturan yang mengatur tentang dana pensiun inipun juga masih baru. Jauh sebelum Undang-undang Dana Pensiun itu lahir, sebenarnya di masyarakat telah berkembang suatu bentuk tabungan yaitu dana pensiun serta Tabungan Hari Tua (THT), yang dibentuk oleh banyak perusahaan, baik swasta maupun pemerintah. Penyelenggaraannya dilakukan dalam suatu program yaitu program pensiun, yang mengupayakan manfaat pensiun bagi pesertanya melalui suatu sistem pemupukan dana. Hampir seluruh program yang dilaksanakan mengambil bentuk badan hukum yayasan, yaitu yang terkenal dengan nama Yayasan Dana Pensiun.

Yayasan yang digunakan sebagai wadah untuk menyelenggarakan program pensiun mengandung berbagai kelemahan. Yayasan, sebagaimana diketahui, merupakan suatu bentuk badan hukum yang diterima dari praktek berdasarkan kebiasaan. Dengan kata lain pengakuan masyarakat mengakibatkan yayasan dianggap sebagai suatu bentuk badan hukum yang mempunyai hak dan kewajiban sendiri, walaupun pengaturan untuk itu tidak ada.

Oleh karena itu, dari segi kepastian hukum dan segi administratif bentuk yayasan yang dipakai sebagai bentuk hukum dana pensiun dipandang tidak mencukupi. Selain itu yayasan umumnya bergerak dalam kegiatan sosial atau bermaksud tidak mengejar keuntungan. Sedangkan kita ketahui bahwa Dana Pensiun harus mendapatkan keuntungan dari pengelolaan dana yang terhimpun. Demikian pula yayasan tidak mempunyai anggota sebagaimana halnya Dana Pensiun.

Secara keseluruhan, sebelum adanya UU Dana Pensiun, tatanan yang berlaku di bidang dana pensiun tidak memungkinkan terselenggaranya suatu sistem pengelolaan dana masyarakat (dalam bentuk dana pensiun) yang efisien dan dapat diandalkan. Dari hal-hal tersebut di atas timbul pemikiran dari pembentuk undang-undang untuk menciptakan suatu bentuk hukum yang berstatus badan hukum yang khusus mengelola dana pensiun. Agar sistem tersebut dapat berjalan, tentunya diperlukan suatu wadah yang mempunyai hak dan kewajiban sendiri yang nantinya akan mengelola sistem pensiun tersebut. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 menentukan bahwa wadah tersebut adalah Dana Pensiun. Dana Pensiun merupakan suatu bentuk badan hukum tersendiri yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun.

Dengan UU Dana Pensiun berbagai kelemahan tersebut dapat diatasi, sehingga dana pensiun di Indonesia dapat tumbuh lebih pesat, tertib dan sehat, serta dapat menjadi salah satu sub sektor yang berfungsi secara efisien dan dapat diandalkan dalam sistem pengelolaan dana masyarakat.

Laporan Keuangan dana pensiun menyajikan informasi tentang program dana pensiun, sumber pendanaan, serta bagaimana dana yang terkumpul telah dipertanggungjawabkan dan transaksi–transaksi yang mempengaruhi dana dan informasi yang dianggap relevan. Sumber pendanaan dana pensiun hanya berasal dari Iuran Peserta (jika ada), Iuran Perusahaan, dan hasil investasi atau pengembangan dana dari iuran tersebut.

Perusahaan Dana Pensiun bertujuan untuk memberikan manfaat pensiun pada anggota pada saat anggota yang bersangkutan memasuki masa pensiun. Masa pensiun ini tidak sama untuk setiap peserta, sedangkan perusahaan dituntut untuk selalu siap setiap saat memberikan hak peserta dana pensiun tersebut. Oleh karena itulah perusahaan dituntut untuk mempunyai kualitas pendanaan yang baik dalam rangka memenuhi kewajiban aktuaria perusahaan. Kewajiban aktuaria adalah kewajiban untuk memberikan manfaat pensiun kepada peserta dana pensiun pada waktu peserta dana pensiun yang bersangkutan membutuhkan, misalnya karena peserta yang bersangkutan memasuki masa pensiun, meninggal dunia, atau kecelakaan.

LANDASAN TEORI

Pengertian Dana Pensiun

Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Dana Pensiun merupakan sekumpulan aset yang dikelola dan dijalankan oleh suatu lembaga untuk menghasilkan suatu manfaat pensiun yaitu suatu pembayaran berkala yang dibayarkan kepada peserta pada saat dan dengan cara yang ditetapkan dalam ketentuan yang menjadi dasar penyelenggaraan program pensiun dimana pembayaran manfaat tersebut dikaitkan dengan pencapaian usia tertentu.

Tentu saja dalam merencanakan dana pensiun kita akan segera berhadapan dengan berbagai kebutuhan masa sekarang yang diperhadapkan dengan kebutuhan yang harus disediakan untuk masa depan, yang keduanya memerlukan sejumlah dana finansial. Memang tidak mudah untuk menyisihkan uang bagi kepentingan 20–30 tahun ke depan. Hal ini seringkali juga terpulang pada kemampuan untuk mengendalikan diri dari memenuhi keinginan atau memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan adalah keperluan dasar yang harus terpenuhi sehari-hari, misal kebutuhan akan pangan (makanan), sandang (pakaian) serta papan (tempat tinggal) kesehatan dan pendidikan. Sedangkan keinginan lebih merupakan pemuasan diri yang sering jauh dari perhitungan rasional. Keinginan lebih mementingkan kepuasaan sesaat terhadap barang-barang yang sebenarnya kurang dibutuhkan, sehingga perencanaan atau kebutuhan jangka panjang seperti perencanaan dana pensiun atau dana pendidikan anak kurang dianggap serius. Sehingga tetaplah berusaha untuk dapat mempersiapkan masa pensiun daripada sekedar keinginan membeli rumah baru atau membeli mobil baru dan lainnya.

Memulai lebih awal dalam merencanakan dana pensiun tidak ada salahnya, semakin cepat mulai menyisihkan dana, akan semakin baik dan semakin murah dana yang diperlukan. Ada teori yang menyatakan untuk masa pensiun selama 20 tahun paling tidak maka harus melakukan penyisihan dana untuk masa pensiun selama 20 tahun. Dengan memulai lebih awal, keperluan dana untuk disisihkan tiap bulan atau tahun akan lebih sedikit dan memerlukan tingkat pertumbuhan yang terlalu tinggi untuk mencapai jumlah dana yang diinginkan karena jangka waktu yang relatif cukup panjang. Selain itu, hal ini akan pula memberikan waktu yang cukup untuk merevisi portofolio investasi apabila terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan investasi dana yang telah terkumpul. Sebaliknya apabila jangka waktu mengumpulkan terlalu pendek, maka dana yang harus disisihkan untuk mencapai jumlah dana yang sama, akan jauh lebih mahal dan diperlukan pula tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi yang secara otomatis akan diikuti pula dengan kenaikan tingkat resiko.
Memulai lebih awal merencanakan dana pensiun akan memberikan manfaat antara lain :
1. Dapat menikmati hasil dari investasi.
2. Mengevaluasi beberapa alternatif instrumen investasi untuk mendapatkan dana pensiun yang diinginkan.
3. Meninjau ulang investasi yang anda lakukan karena kerugian yang terjadi sebelumnya.

Jenis Dana Pensiun
Berdasarkan UU No 11 tahun 1992, di Indonesia mengenal 3 jenis Dana Pensiun yaitu:
1. "Dana pensiun pemberi kerja (DPPK)", yaitu dana pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri, untuk menyelenggarakan program pensiun bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap Pemberi Kerja; DPPK dapat menjalankan PPMP atau PPIP.
2. "Dana pensiun lembaga keuangan (DPLK)" yaitu dana pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan program pensiun bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari dana pensiun pemberi kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan. DPLK hanya dapat menyelenggarakan PPIP.
3. Dana Pensiun berdasarkan Keuntungan, adalah dana pensiun pemberi kerja yang menyelenggarakan program pensiun iuran pasti, dengan iuran hanya dari pemberi kerja yang didasarkan pada rumus yang dikaitkan dengan keuntungan pemberi kerja.

Manfaat program pensiun

Bila dilihat dari ciri-ciri serta program pensiun itu terdapat beberapa manfaat atau keuntungan dari program ini, yaitu :

a. Adanya kepastian dana pensiun
b. Iuran dan hasil pengembangan dana diperuntukan bagi peserta
c. Pembayaran iuran dapat dilakukan secara tidak teratur
d. Merupakan satu- satunya produk hari tua yang sangat transparan

Fungsi Program Pensiun
Pada dasarnya program pensiun memiliki 3 fungsi, meliputi:
a. Fungsi Asuransi dimana penyelengaraan program pension mengandung asas kebersamaan seperti halnya program asuransi. Fungsi asuransi karena memberikan jaminan kepada peserta untuk mengatasi risiko kehilangan pendapatan yang disebabkan oleh kematian atau usia pensiun. Fungsi Asuransi. Penyelenggara Program Pensiun mengandung azas kebersamaan seperti halnya program asuransi. Sebagai contoh, bila peserta program pensiun mengalami musibah, baik cacat ataupun meninggal dunia, yang mengakibatkan terputusnya pendapatan sebelum memasuki masa pensiun maka kepada peserta tersebut akan diberikan manfaat sebesar yang dijanjikan atas beban Dana Pensiun.
b. Fungsi Tabungan dimana program pensiun bertugas untuk mengumpulkan dana yang merupakan dana terakumulasi dan iuran peserta, dimana iuran tersebut diperlakukan seperti halnya tabungan. Selanjutnya iuran tersebut akan dikelola dan dikembangkan, yang nantinya di saat pensiun atau di akhir masa program, dana yang terkumpul akan digunakan untuk membayar manfaat pensiun peserta. Besarnya manfaat yang diterima oleh peserta sangat bergantung dengan akumulasi dana yang disetor dan hasil pengembangan dari iuran tersebut. Tentunya dengan semakin panjang waktu kepesertaan akan memberikan dampak terhadap pertumbuhan dana setoran iuran peserta
c. Fungsi Pensiun dimana peserta akan diberikan kelangsungan pendapatan dalam bentuk pembayaran secara berkala seumur hidup setelah memasuki masa pensiun.

Manfaat Dana Pensiun
Program Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) memberikan manfaat pensiun berupa:
1. Manfaat Pensiun Normal, adalah pembayaran hak pensiun setelah mencapai usia pensiun normal atau usia tertentu sesuai perjanjian.
2. Manfaat Pensiun Dipercepat, adalah pembayaran hak pensiun minimal 10 tahun sebelum mencapai usia pensiun normal.
3. Manfaat Pensiun Ditunda adalah pembayaran hak pensiun yang ditunda apabila bekerja minimal 3 tahun masa kepesertaan dan belum mencapai pensiun dipercepat.
4. Manfaat Pensiun Cacat, adalah pembayaran hak pensiun bagi yang menderita cacat akibat kecelakaan kerja.

Akuntansi dan Pelaporan Dana Pensiun

1. Program Pensiun
Berdasarkan Undang-Undang No.11 Tahun 1992 penyelenggaraan dan bentuk program dana pensiun dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
a. Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP), jumlah yang diterima oleh peserta pada saat pensiun tergantung pada jumlah iuran dari pemberi kerja atau iuran peserta dan hasil usaha kewajiban dari pemberi kerja adalah membayar iuran kerja sesuai dan yang ditatapkan dalam peraturan pensiun.
b. Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP), besarnya pembayaran manfaat pensiun yang dijanjikan para peserta ditentukan dengan rumus manfaat pensiun yang telah ditetapkan dalam peraturan dana pensiun. Rumus tersebut dipengaruhi oleh masa kerja, dimana faktor penghargaan pertahun masa kerja dan penghasilan dasar pensiun.

2. Tujuan Dari Pelaporan Dana Pensiun
a. Menurut pelaporan dana pensiun yang menyelenggarakan PPIP adalah untuk menyediakan informasi secara produk mengenai penyelenggaraan program pensiun posisi keuangan dan kinerja investasi.
b. Menurut pelaporan dana pensiun yang menyelenggarakan PPMP adalah menyediakan informasi secara periodik mengenai penyelenggaraan program pensiun keuangan serta kinerja investasinya yang berguna untuk menentukan besarnya kekayaan dana pensiun dihubungkan dengan besarnya kewajiban membayar manfaat pensiun kepada peserta pada saat tertentu.

3. Perbedaan Antara Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) dan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP).

a. Program Pensiun Iuran Pasti
Iuran ditentukan lebih dahulu baru dihitung manfaatnya.
Pada saat pensiun atau diakhir program, dana yang terkumpul akan dibelikan anuitas seumur hidup ke Perusahaan Asuransi Jiwa.

b.Program Pensiun Manfaat Pasti
• Manfaat Pensiun ditentukan lebih dahulu, baru kemudian diperhitungkan besar iurannya.
• Mengenal Past Service Liabilities (PSL)
• Ada perhitungan aktuaria.

4. Keuntungan dan kerugian akturia

a. Penyesuaian akibat perbedaan antara asumsi akturia dan kenyataan
b. Dampak perubahan asumsi akturia


Penyusunan Laporan Keuangan Dana Pensiun

1. Laporan keuangan dana pensiun
Laporan keuangan dana pensiun terdiri dari laporan aktiva bersih. Laporan perubahan aktiva bersih, neraca, perhitungan hasil usaha, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Khusus untuk dana pensiun yang menyelenggarakan PPMP, laporan mengenai kewajiban actuarial dan perubahannya perlu disusun sebagai laporan keuangan.
2. Tujuan penyusunan laporan keuangan
Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan, prubahan posisi keuangan, dan kinerja keuangan dana pensiun serta informasi keuangan lainnya yang bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dengan dana pensiun, khususnya penberi kerja, peserta, pengurus, dalam pengambilan keputusan.
3. Asumsi dasar dalam penyusunan laporan keuangan
a. Besar actual
Pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui dan dicatat dalam catatan akuntansi pada saat kejadian ( bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau di bayar ) serta dilaporkan dalm laporan keuangan untuk periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun atas dasar actual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang memprestasikan penerimaan kas di masa depan.
b. Kelangsungan usaha
Laporan keuangan disusun berdasarkan asumsi bahwa dana pensiun akan melanjutkan kegiatannya di masa depan.

Kelebihan & Kekurangan
Program Pensiun Manfaat Pasti (defined benefit)
Kelebihan :
• Besar manfaat pensiun mudah dihitung
• Lebih memberikan kepastian kepada peserta
• Lebih mudah memberikan penghargaan untuk masa kerja lalu


Kekurangan :
• Beban biaya mudah berfluktuasi
• Nilai hak peserta sebelum pensiun tidak mudah ditentukan
Program Pensiun Iuran Pasti (defined contribution)
Kelebihan :
• Beban biaya stabil dan mudah diperkirakan
• Nilai hak peserta setiap saat mudah ditetapkan
• Risiko investasi dan mortalitas ditanggung oleh peserta.
Kekurangan :
• Besar manfaat pensiun tidak mudah ditentukan
• Lebih sulit memperkirakan besar penghargaan untuk masa kerja lampau

Pentingnya Mengenal dan Memahami Lembaga Dana Pensiun
1. DPLK dan DPPK
Sejak diberlakukan Undang-undang No. 11 Tahun 1992, di Indonesia hanya ada dua lembaga yang dapat menyelenggarakan program dana pensiun, yaitu Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK).
DPPK adalah sebuah lembaga yang dibuat oleh sebuah perusahaan guna mengelola dana pensiun para pekerjanya. Oleh karena itu peserta DPPK hanya terbatas pada mereka yang terikat hubungan kerja dengan perusahaan yang membuat DPPK atau biasa disebut tertutup. Pengurus dari DPPK bukan pendiri melainkan orang atau badan yang ditunjuk dan mendapatkan pengesahan Menteri untuk menjalankan dana mengelola dana pensiun. Sedang DPLK merupakan sebuah badan yang bisa didirikan oleh dua lembaga yaitu Bank Umum dan Perusahan Asuransi Jiwa. DPLK memiliki fungsi yang lebih luas dibanding dengan DPPK, di mana seluruh masyakarat, baik perorangan maupun kelompok dapat menjadi peserta dana pensiun. Berdasarkan Undang-undang No. 11 Tahun 1992, terdapat tiga unsur yang terlibat dalam program pensiun melalui DPLK. Pertama, peserta, yang menytorkan iuran dan meikmati pensiun. Kedua, DPLK, yang menyelenggarakan program pensiun. Ketiga, Perusahaan Asuransi Jiwa, yang menyediakan fasilitas anuitas sebagai manfaat pensiun yang diberikan secara berkala kepada peserta.Iuran dana Pensiun Berdasarkan Undang-undang No.11 Tahun 1992 penyelenggaraan dan bentuk program dana pensiun dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: Program Pensiun Manfaat Pasti (Defined Benefit), yang dilakukan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Program Pensiun Iuran Pasti (Defined Contribution) yang dilakukan oleh DPLK dan DPPK. Sedangkan iuran dana pensiun dapat dilakukan oleh Anda sendiri (individu) dan hanya dapat dilakukan di DPLK. Sedangkan iuran yang dilakukan oleh pemberi kerja dan peserta maupun hanya pemberi kerja saja yang mengeluarkan iuran dapat dilakukan di DPPK maupun DPLK.


Lembaga Standar Profesi Dana Pensiun
Lembaga Standar Profesi Dana Pensiun, disingkat Lembaga adalah lembaga yang dibentuk bersama oleh Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) dan Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan ( ADPLK) sebagai tindak lanjut dari SK Menteri Keuangan no 513 thn 2002 dan SK Dirjen Lembaga Keuangan Dept Keuangan Nomor 618 Tahun 2003 yang kemudian diganti dengan SK Dirjen Lembaga Keuangan nomor 4623 tahun 2004. Tugas pokok Lembaga sebagaimana tertuang dalam SK Nomor 05/SK/DP-ADPI/III/2003, 003/SK-ADPLK/03/2003tanggal 07 Maret 2003 adalah sbb:
1. Menyelenggarakan Ujian Pengetahuan Dasar di Bidang Dana Pensiun bagi Pengurus Dana Pensiun dan Pelaksana Tugas Pengurus.
2. Menentukan tingkat kelulusan ujian dengan menerbitkan Sertifikat Tanda Kelulusan.
3. Menetapkan standar peningkatan pengetahuan di bidang Dana Pensiun yang harus dipenuhi oleh Pengelola Dana Pensiun.
4. Melaporkan nama Peserta yang telah lulus ujian kepada Direktur Dana Pensiun.

Cara Menjadi Peserta Dana Pensiun
Cara yang termudah adalah dengan mendaftar sebagai peserta DPLK secara individu. Saat ini, terdapat 26 DPLK yang didirikan oleh bank ataupun asuransi jiwa. Proses pendaftaran sebagai peserta DPLK kurang lebih sama dengan proses ketika membuka rekening di bank.
Cara yang lain adalah dengan mengupayakan agar pemberi kerja kita memiliki program pensiun sendiri, baik dengan mendirikan dana pensiun maupun dengan bergabung ke DPPK yang telah ada.
Untuk mendirikan dana pensiun, pemberi kerja bisa datang langsung ke Biro Dana Pensiun Bapepam LK, Departemen Keuangan RI. Apabila seluruh persyaratan permohonan telah lengkap dan sesuai ketentuan, Menteri Keuangan akan mengesahkan dana pensiun tersebut dalam waktu 7 hari kerja.
Hal yang perlu dipertimbangkan
Kemampuan Finansial. Mengikuti program pensiun pada dasarnya tidak membutuhkan biaya yang besar. Namun, dalam memilih disain program yang tepat, kita perlu memperhatikan kemampuan finansial kita. Bagi yang mengharapkan program manfaat pasti, kemampuan finansial pemberi kerja perlu menjadi pertimbangan utama.
Biaya. Penyelenggaraan dana pensiun, baik DPPK maupun DPLK membutuhkan biaya. Setiap calon peserta perlu mempertimbangkan besar biaya yang dibebankan kepadanya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dana Pensiun yang membebankan biaya lebih tinggi tidak serta merta berarti lebih buruk daripada yang menawarkan biaya lebih rendah. Calon peserta perlu membandingkan biaya yang dibebankan kepadanya dengan manfaat dan jasa yang akan diperoleh dari dana pensiun.
Waktu. Ketika kita bermaksud untuk mempersiapkan kesinambungan penghasilan di hari tua, kita sebenarnya berkejaran dengan waktu. Semakin dini kita mempersiapkannya, akan semakin ringan biaya yang harus kita keluarkan setiap tahun atau bulan. Semakin panjang masa mengiur kita, kemungkinan semakin besar pula akumulasi dana yang dapat kita kumpulkan untuk hari tua (khususnya untuk peserta PPIP).