Jumat, 07 Januari 2011

KASUS DI PDAM KABUPATEN TASIKMALAYA

I. Fenomena yang Terjadi

Laporan auditor atas hasil pelaksanaan pemeriksaan laporan keuangan perusahaan, merupakan indikator atas penyusunan laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan telah disajikan dengan wajar, sehingga dapat digunakan oleh pemakai laporan keuangan untuk pengambilan keputusan ekonomi. Dengan demikian sangatlah penting laporan keuangan yang telah diaudit oleh yang berhak, bagi pemakai dan pengambil kebijkan atas perusahaan tersebut. Agar hasil keputusannya tepat, maka laporan keuangan audited harus tepat waktu tidak terlalu lama keluarnya, sehingga pengambilan keputusannya cepat. Untuk menunjang itu auditor memegang peran yang cukup besar dalam proses pengambilan keputusan tersebuut. Mengingat laporan keuangan yang diterbitkan manajemen perusahaan belum dipercaya kewajarannya sebelum ada opini dari auditor yang berwenang. Auditor harus profesional dalam mengerjakan pemeriksanaan atas laporan keuangan, serta berpedoman pada SPAP. Sehingga tingkat kepercayaan pemakai atas opini yang dikeluarkan auditor tidak merasa ragu.

Hal tersebut di atas berlaku umum, artinya untuk semua organisasi baik perusahaan maupun non perusahaan, tidak terkecuali Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Dalam kasus ini terjadi pada PDAM di Kabupaten Tasikmalaya. Suatu kota yang dipenuhi gunung-gunung dan dikenal dengan kota seribu gunung. Disamping itu banyak sumber-sumber air bersih disekitar gunung-gunung tersebut, sehingga dapat dibagikan secara merata ke daerah yang kandungan air bersihnya kurang. Pendistribusian ini dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Sebagai perusahaan milik pemerintah daerah, PDAM wajib melaporkan hasil yang telah dicapainya baik keuangan maupun non keuangan kepada Pemerintah Daerah. Khusus untuk laporan mengenai keuangannya, PDAM diharuskan membuat laporan keuangan minimal satu tahun sekali. Untuk memberi keyakinan Pemerintah daerah bahwa laporan keuangan PDAM yang disajikan wajar, maka laporan keuangan tersebut diharuskan diaudit oleh auditor ekstern.

Untuk menghasilkan laporan keuangan yang baik, maka setiap tahunnya secara berkala selalu dimonitor oleh Auditor pemerintah, termasuk teknis pencatatan dan pembuatan laporan-laporan lainnya baik yang menyangkut keuangan maupun non keuangan, termasuk didalamnya penerapan pengendalian intern perusahaan. Sebelum tahun 2004 PDAM Kabupaten Tasikmalaya selalu diaudit oleh Auditor pemerintah dari Ibu kota propinsi. Selain melakukan audit atas kinerja, Auditor pun mengaudit atas laporan keuangan. Sebagaimana halnya Kantor Akuntan Publik, auditor pemerintah tsb setiap selesai melakukan general audit, selalu memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan PDAM. Setiap tahun PDAM memperoleh opini dari auditor pemerintah adalah wajar tanpa pengecualian.

Selama proses audit Sering sekali auditor pulang ke kantornya dengan alasan kedinasan ataupun keluarga. PDAM setiap auditor keluar kota ataupun keperluan lain walaupun tidak ada hubungan langsung dengan keperluan audit, selalu memberikan akomodasi. Tidak heran bila biaya audit selalu melebihi anggarannya. Memang auditor tidak meminta akomodasi tersebut, namun mereka juga tidak menolak ketika diberi akomodasi tsb. Setiap tahun total biaya audit cukup besar bila dibandingkan dengan fee KAP sekarang ini. Padahal aset PDAM saat itu hanya sekitar10 milyar rupiah, dengan laba sebesar Rp 500 juta.

Meskipun akomodasi auditor dipenuhi secara maksimal, namun terbitnya laporan audit sangat lama sekali, padahal laporan keuangan akan digunakan oleh Pemda untuk menentukan besarnya setoran ke Pemerintah Daerah. Disamping itu pula digunakan oleh pihak manajemen untuk menentukan besarnya jasa produksi yang akan diberikan pada karyawan, sehingga karyawan sangat menunggu laporan audit tersebut. Setiap tahunnya saat itu rata-rata laporan audit dapat diterima perusahaan sekitar bulan Juli- Agustus, sehingga hampir termasuk kategori mubadzir. Disamping itu sering meminta data dengan alasan kekurangan data agar dikirim ke kantornya. Lama perjalanan dari PDAM Kabupaten Tasikmalaya ke kantornya dapat memakan waktu 3,5 jam perjalanan. Setelah data tersebut selesai digunakan, sekitar satu minggu kemudian, harus diambil oleh karyawan PDAM ke kantor auditor pemerintah tsb. Terkadang ada data yang hilang terutama yang lembaran-lembaran lepas.

Dari fenomena di atas, terdapat beberapa hal yang dianggap kurang memperhatikan etika sebagai auditor

1. Memberikan jasa lain pada klien yang diperiksa

2. Menerima pemberian diluar fasilitas audit.

3. Menyuruh karyawan perusahaan mengirim data-data kekurangan ke kantor Pemeriksa.

4. Menerbitkan laporan audit terlalu lama.

5. Melakukan audit secara terus menerus.

6. Mengeluarkan opini, yang seharusnya memberikan saran perbaikan atas kinerja perusahaan.

II. Pembahasan

a. Memberikan jasa lain pada klien yang diperiksa.

Dalam kasus ini auditor memberikan jasa lain pada kliennya, yakni memberikan bimbingan mengenai pencatatan akuntansi dan prosedur-prosedurnya, serta penilaian pengendalian intern perusahaan. Sehingga diharapkan akan menghasilkan laporan keuangan yang wajar dan akurat. Namun pada saat akhir tahun buku, laporan keuangan perusahaan tsb diaudit pula oleh auditor tsb, dengan opini wajar tanpa pengecualian.

Dari kasus ini menurut hemat saya ada kekhawatiran auditor melanggar etika profesi dalam kode etik akuntan Indonesia. Dalam kode etik tsb , tersurat dalam juklaknya sbb; ” Jika seorang akuntan disamping melakukan audit, juga melaksanakan jasa lain untuk klien yang sama, maka ia harus menghindari jasa yang menuntut ia melakukan fungsi manajemen atauu memilih keputusan manajemen, yag tanggungjawabnya terletak pada dewan direksi dan manajemen”. Dalam kasus ini akuntan yang sama melakukan jasa lain pada kliennya disamping melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan tsb. Sedangkan menurut juklak kode etik akuntan tsb. Harus memilih salah satu penugasan, dalam hal ini apakah audit atas laporan keuangan, atau jasa lainnya.


b. Menerima pemberian diluar fasilitas audit.

Dalam kasus ini aditor menerima ” pemberian” dari kliennya yang tidak termasuk dalam kontrak perjanjian fee audit. Walaupun “pemberian “ tsb tidak secara eksplisit untuk mempengaruhi sikap auditor, namun dikhawatirkan akan mempengaruhi sikap independen nya. Hal ini dikhawatirkan melanggar kode etik akuntan Indonesia khususnya Bab V pasal 6 ayat 5. Bab tsb berbunyi sbb: “Dalam melaksanakan penugasan pemeriksaan laporan keuangan, dilarang menerima imbalan lain selain honorarium untuk penugasan yang bersangkutan. Honorarium tersebut tidak boleh tergantung pada manfaat yang akan diperoleh kliennya.” Dalam pasal tsb jelas bahwa auditor dilarang menerima pemberian apapun dalam melaksanakan tugasnya. Walaupun klien tidak mengatakan secara langsung permintaannya, namun hal tsb cukup bisa dimengerti. Jadi dengan demikian auditor tsb disinyalir memenuhi kategori pelanggaran kode etik akuntan Indonesia.


c. Membawa bukti pemeriksaan ke kantor Auditor.

Dengan alasan kekurangan data, maka auditor pemeriksa meminta karyawan klien untuk mengirimkan data-data dan bukti-bukti transaksi ke kantornya. Jarak tempuh antara perusahaan klien dengan kantor akuntan tsb sekitar 120 km dengan waktu tempuh perjalan selama 3,5 jam. Hal ini tentu berisiko data hilang baik di kantor akuntan, maupun di perjalan. Data-data tsb digunakan di kantor akuntan rata-rata seminggu, untuk diproses. Dari kasus tersebut terlihat bahwa berkas-berkas yang ada di kantor auditor khawatir dapat diketahui oleh pihak yang tidak semestinya, atau jatuh ke tangan pihak yang bukan haknya, sehingga informasi yang rahasia dapat jatuh ke pihak lain. Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam aturan etika KAP sbb: “ Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia tanpa persetujuan klien.”. Hal ini pun diperjelas dalam kode etik Akuntan Indonesia bab III pasal 4 yang berbunyi: “Setiap anggota harus menjaga kerahasiahan informasi yang diperoleh dalam tugasnya, dan tidak boleh terlibat dalam pengungkapan dan pemanfaatan informasi tersebut, tanpa seijin pihak yang memberi tugas, kecuali jika hal itu dikehendaki oleh norma profesi, hukum atau negara.” Sebaiknya berkas-berkas data tsb tidak dibawa ke kantor auditor, cukup di kantor klien saja.

d. Menerbitkan laporan audit terlalu lama.

Auditor dalam kasus ini menerbitkan laporan pemeriksanaannya rata-rata 3-6 bulan. Hal ini jelas akan mengurangi manfaat laporan keuangan sebagai dasar pengambilan keputusan baik bagi pemilik, maupun bagi manajemen perusahaan, mengingat laporan keuangan merupakan salah satu alat dalam pengambilan keputusan di bidang ekonomi bagi stakeholders. Keputusan ekonomi disini yang berdasar pada laporan keuangan yang telah diaudit diantaranya adalah; pajak penghasilan perusahaan yang harus disetor ke kas negara, besarnya jasa produksi yang akan didistribusikan, besarnya setoran untuk PAD, pengukuran kinerja pimpinan perusahaan.
Tindakan auditor yang lambat dalam pembuatan laporan audit ini, dikhawatirkan merusak citra auditor itu sendiri, dan juga dapat dikategorikan kurangnya tanggungjawab kepada klien . Dalam prinsip etika akuntan Indonesia pada prinsip kedua yakni; kepentingan publik, pada poin (5) diungkapkan sbb: ” Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.” Dengan berdasarkan pada pernyataan tersebut, maka sikap auditor yang lambat dalam mengeluarkan laporan auditnya, dapat dikategorikan tidak mentaati etika akuntan Indonesia khususnya poin lima di atas. Karena tindakan auditor tersebut akan mengurangi kepercayaan publik pada lembaga pemeriksa, dan juga pada kualitas, serta profesionalisme pemeriksa. Padahal komponen kepercayaan publik, profesionalisme, integritas dll, sangat perlu dijunjung tinggi oleh auditor.

e. Melakukan audit secara terus menerus.

Dalam kasus yang terjadi di PDAM Kabupaten Tasikmalaya ini, sejak mulai berdiri sekitar tahun 1987 sampai tahun 2004 selalu dilakukan audit atas laporan keuangan oleh BPKP secara terus menerus. Hal ini beralasan bahwa PDAM milik pemerintah, dan BPKP mempunyai hak untuk membimbingnya dan sekaligus memeriksanya. Melakukan audit atas laporan keuangan dari mulai tahun 1987 sampai tahun 2004 oleh satu institusi pemeriksa, dikhawatirkan melanggar Keputusan Menkeu Republik Indonesia nomor : 423/KMK.06/2002, tentang jasa akuntan publik. Meskipun BPKP bukan akuntan publik, namun dalam kasus ini bertindak seolah-olah sebagai akuntan publik, yakni memeriksa laporan keuangan dan mengeluarkan opini atas pemeriksaannya itu. Dalam keputusan Menteri tsb khususnya Bab II Bagian kedua pasal 6 ayat (4), diungkapkan sebagai berikut : ” Pemeriksaan jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh KAP paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.” Dalam Keputusan Menteri Keuangan RI nomor 359/KMK.06/2003 tentang Perubahan Atas Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2002 tentang jasa akuntan publik, diungkapkan dalam pasal II ayat (1) sbb: ” KAP yang telah memberikan jasa audit umum untuk 5 (lima ) tahun buku berturut-turut atau lebih atas laporan keuangan dari suatu entitas pada saat berlakunya keputusan menteri keuangan ini, dapat melaksanakan audit umum atas laporan keuangan entitas tsb samapai tahun buku 2003.” Juga diungkapkan bagi akuntan publik dalam ayat (2) sbb: ” Akuntan publik yang telah memberiakn jasa audit umum untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut atau lebih atas laporan laporan keuangan dari suatu entitas pada saat berlakunya keputusan menteri keuangan ini, dapat melaksanakan audit umum atas laporan keuangan entitas tersebut samapai dengan tahun 2003.” Dengan demikian sudah jelas bahwa auditor tsb tidak mengindahkan keputusan menteri keuangan yang mengatur lamanya auditor melakukan audit pada satu entitas.

f. Mengeluarkan Opini.

Dalam kasus ini yang bertindak sebagai auditor adalah BPKP, yang merupakan auditor pemerintah, yang mempunyai tugas diantaranya membimbing dan mengarahkan suatu entitas melaksanakan akuntansi yang baik yang sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia. Disamping itu BPKP juga mempunyai tugas diantaranya menilai kinerja atas suatu entitas di lingkungan Pemerintah. Jika dilihat dari sebagian tugasnya tersebut, maka menurut saya jelas bahwa BPKP berhak melakukan audit kinerja atas suatu entitas di lingkungan Pemerintah baik pusat maupun daerah, untuk memberikan saran dan perbaikan atas kinerja entitas tersebut. Sehingga akan selalu memberikan saran dan bimbingan agar entitas mencapai kinerja yang diharapkan yang pada akhirnya akan memeberikan kesejahteraan baik secara langsung maupun tidak langsung pada masyarakat sekitarnya.
Dengan mengeluarkan opini audit layaknya KAP, maka BPKP harus tunduk pada kode etik akuntan Indonesia dan juga aturan etika kompartemen akuntan publik, sehingga opini yang dikeluarkan BPKP dapat dipercaya oleh pemakainya. Oleh karena itu sikap independen dan integritas profesionalisme BPKP harus mengacu pada aturan kode etik akuntan Indonesia. Hal ini wajar karena opini yang dikeluarkan BPKP naratifnya sama dengan opini yang dikeluarkan oleh kantor akuntan publik, juga jenis opininya pun sama, seperti opini wajar tanpa pengecualian, wajar dengan pengecualian, opini tidak wajar, dan opini tidak memberikan pendapat.



KESIMPULAN

Analisis

Sebagai seorang akuntan seharusnya dapat selalu menjaga kepercayaan publik terhadap profesinya yang memberikan pendapat atas suatu laporan keuangan yang di audit. Dimana di saat seorang akuntan melakukan audit, maka publik selalu percaya bahwa akuntan akan selalu mempertahankan sikap independensi, integritas dan objektivitas sebagi seorang akuntan yang profesional. Hal tersebut sangat jelas di sebutkan dalam Standar Profesi Akuntan Publik dan di sebutkan kembali di dalam aturan etika akuntan publik. Sifat bawaan dari seorang akuntan yang selalu melekat dimata publik adalah sikap independensinya, sehingga akuntan sangat dipercaya. Independen berati tidak terpengaruh terhadap apapun dan menjaga integritas dan objektivitas dalam melakukan tugasnya. Seorang akuntan harus independen dalam dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance), integritas dan objektivitas juga haruslah dipertahankan, yang mana harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatment) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain.

Dari kasus yang terjadi pada PDAM Kabupaten Tasikmalaya tersebut di atas, auditor telah melanggar beberapa poin dalam etika akuntan Indonesia dan etika akuntan publik, juga peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang jasa akuntan publik. BPKP memang berbeda dengan akuntan publik, namun dalam kasus ini BPKP melakukan hal-hal yang dilakukan oleh akuntan publik / KAP. Maka sewajarnya BPKP mentaati etika dan aturan yang berlaku di akuntan publik yang berada di bawah naungan IAI.

Meskipun pemakai laporan keuangan PDAM adalah terbatas, namun tetap harus mengedepankan keakuratan dan kewajaran. Apalagi sekarang dengan adanya Permendagri Nomor 2 Tahun 2007, yang isinya antara lain menyatakan bahwa, laporan keuangan PDAM yang telah diaudit, harus dimuat dalam media massa, sebagai salah satu aspek good corporate governance. Hal ini menandakan bahwa agar masyarakat percaya akan laporan keuangan yang telah diaudit, maka auditor harus benar-benar menjunjung independensi, profesionalisme dan etika.

Saran

Kasus-kasus tersebut seharusnya tidak perlu terjadi apabila seorang akuntan dalam melaksanakan pekerjaan profesionalnya, mempunyai pengetahuan, pemahaman dan menerapkan aturan etika secara baik dan benar. Pekerjaan seorang profesional harus dikerjakan dengan sikap profesional pula, dengan sepenuhnya melandaskan pada standar moral dan etika tertentu. Dengan sikap profesionalnya dan memahami aturan etika, seorang akuntan akan mampu menghadapi berbagai tekanan yang dapat muncul dari dirinya sendiri ataupun dari pihak luar. Kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan peka terhadap persoalan etika juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana dia berada. Dalam hal ini, dunia pendidikan akuntansi juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etika akuntan.

Sumber :

* http://ambarbayusetiawan.blogspot.com/2009/10/contoh-kasus-pelanggaran-etika-bisnis.html

* http://www.auditor-internal.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar