I. Fenomena yang Terjadi
Laporan auditor atas hasil pelaksanaan pemeriksaan laporan keuangan perusahaan, merupakan indikator atas penyusunan laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan telah disajikan dengan wajar, sehingga dapat digunakan oleh pemakai laporan keuangan untuk pengambilan keputusan ekonomi. Dengan demikian sangatlah penting laporan keuangan yang telah diaudit oleh yang berhak, bagi pemakai dan pengambil kebijkan atas perusahaan tersebut. Agar hasil keputusannya tepat, maka laporan keuangan audited harus tepat waktu tidak terlalu lama keluarnya, sehingga pengambilan keputusannya cepat. Untuk menunjang itu auditor memegang peran yang cukup besar dalam proses pengambilan keputusan tersebuut. Mengingat laporan keuangan yang diterbitkan manajemen perusahaan belum dipercaya kewajarannya sebelum ada opini dari auditor yang berwenang. Auditor harus profesional dalam mengerjakan pemeriksanaan atas laporan keuangan, serta berpedoman pada SPAP. Sehingga tingkat kepercayaan pemakai atas opini yang dikeluarkan auditor tidak merasa ragu.
Hal tersebut di atas berlaku umum, artinya untuk semua organisasi baik perusahaan maupun non perusahaan, tidak terkecuali Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Dalam kasus ini terjadi pada PDAM di Kabupaten Tasikmalaya. Suatu
Untuk menghasilkan laporan keuangan yang baik, maka setiap tahunnya secara berkala selalu dimonitor oleh Auditor pemerintah, termasuk teknis pencatatan dan pembuatan laporan-laporan lainnya baik yang menyangkut keuangan maupun non keuangan, termasuk didalamnya penerapan pengendalian intern perusahaan. Sebelum tahun 2004 PDAM Kabupaten Tasikmalaya selalu diaudit oleh Auditor pemerintah dari Ibu
Selama proses audit Sering sekali auditor pulang ke kantornya dengan alasan kedinasan ataupun keluarga. PDAM setiap auditor keluar
Meskipun akomodasi auditor dipenuhi secara maksimal, namun terbitnya laporan audit sangat lama sekali, padahal laporan keuangan akan digunakan oleh Pemda untuk menentukan besarnya setoran ke Pemerintah Daerah. Disamping itu pula digunakan oleh pihak manajemen untuk menentukan besarnya jasa produksi yang akan diberikan pada karyawan, sehingga karyawan sangat menunggu laporan audit tersebut. Setiap tahunnya saat itu rata-rata laporan audit dapat diterima perusahaan sekitar bulan Juli- Agustus, sehingga hampir termasuk kategori mubadzir. Disamping itu sering meminta data dengan alasan kekurangan data agar dikirim ke kantornya. Lama perjalanan dari PDAM Kabupaten Tasikmalaya ke kantornya dapat memakan waktu 3,5 jam perjalanan. Setelah data tersebut selesai digunakan, sekitar satu minggu kemudian, harus diambil oleh karyawan PDAM ke kantor auditor pemerintah tsb. Terkadang ada data yang hilang terutama yang lembaran-lembaran lepas.
Dari fenomena di atas, terdapat beberapa hal yang dianggap kurang memperhatikan etika sebagai auditor
1. Memberikan jasa lain pada klien yang diperiksa
2. Menerima pemberian diluar fasilitas audit.
3. Menyuruh karyawan perusahaan mengirim data-data kekurangan ke kantor Pemeriksa.
4. Menerbitkan laporan audit terlalu lama.
5. Melakukan audit secara terus menerus.
6. Mengeluarkan opini, yang seharusnya memberikan saran perbaikan atas kinerja perusahaan.
II. Pembahasan
a. Memberikan jasa lain pada klien yang diperiksa.
Dalam kasus ini auditor memberikan jasa lain pada kliennya, yakni memberikan bimbingan mengenai pencatatan akuntansi dan prosedur-prosedurnya, serta penilaian pengendalian intern perusahaan. Sehingga diharapkan akan menghasilkan laporan keuangan yang wajar dan akurat. Namun pada saat akhir tahun buku, laporan keuangan perusahaan tsb diaudit pula oleh auditor tsb, dengan opini wajar tanpa pengecualian.
Dari kasus ini menurut hemat saya ada kekhawatiran auditor melanggar etika profesi dalam kode etik akuntan
b. Menerima pemberian diluar fasilitas audit.
Dalam kasus ini aditor menerima ” pemberian” dari kliennya yang tidak termasuk dalam kontrak perjanjian fee audit. Walaupun “pemberian “ tsb tidak secara eksplisit untuk mempengaruhi sikap auditor, namun dikhawatirkan akan mempengaruhi sikap independen nya. Hal ini dikhawatirkan melanggar kode etik akuntan
c. Membawa bukti pemeriksaan ke kantor Auditor.
Dengan alasan kekurangan data, maka auditor pemeriksa meminta karyawan klien untuk mengirimkan data-data dan bukti-bukti transaksi ke kantornya. Jarak tempuh antara perusahaan klien dengan kantor akuntan tsb sekitar 120 km dengan waktu tempuh perjalan selama 3,5 jam. Hal ini tentu berisiko data hilang baik di kantor akuntan, maupun di perjalan. Data-data tsb digunakan di kantor akuntan rata-rata seminggu, untuk diproses. Dari kasus tersebut terlihat bahwa berkas-berkas yang ada di kantor auditor khawatir dapat diketahui oleh pihak yang tidak semestinya, atau jatuh ke tangan pihak yang bukan haknya, sehingga informasi yang rahasia dapat jatuh ke pihak lain. Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam aturan etika KAP sbb: “ Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia tanpa persetujuan klien.”. Hal ini pun diperjelas dalam kode etik Akuntan
d. Menerbitkan laporan audit terlalu lama.
Auditor dalam kasus ini menerbitkan laporan pemeriksanaannya rata-rata 3-6 bulan. Hal ini jelas akan mengurangi manfaat laporan keuangan sebagai dasar pengambilan keputusan baik bagi pemilik, maupun bagi manajemen perusahaan, mengingat laporan keuangan merupakan salah satu alat dalam pengambilan keputusan di bidang ekonomi bagi stakeholders. Keputusan ekonomi disini yang berdasar pada laporan keuangan yang telah diaudit diantaranya adalah; pajak penghasilan perusahaan yang harus disetor ke kas negara, besarnya jasa produksi yang akan didistribusikan, besarnya setoran untuk PAD, pengukuran kinerja pimpinan perusahaan.
Tindakan auditor yang lambat dalam pembuatan laporan audit ini, dikhawatirkan merusak citra auditor itu sendiri, dan juga dapat dikategorikan kurangnya tanggungjawab kepada klien . Dalam prinsip etika akuntan
e. Melakukan audit secara terus menerus.
Dalam kasus yang terjadi di PDAM Kabupaten Tasikmalaya ini, sejak mulai berdiri sekitar tahun 1987 sampai tahun 2004 selalu dilakukan audit atas laporan keuangan oleh BPKP secara terus menerus. Hal ini beralasan bahwa PDAM milik pemerintah, dan BPKP mempunyai hak untuk membimbingnya dan sekaligus memeriksanya. Melakukan audit atas laporan keuangan dari mulai tahun 1987 sampai tahun 2004 oleh satu institusi pemeriksa, dikhawatirkan melanggar Keputusan Menkeu Republik Indonesia nomor : 423/KMK.06/2002, tentang jasa akuntan publik. Meskipun BPKP bukan akuntan publik, namun dalam kasus ini bertindak seolah-olah sebagai akuntan publik, yakni memeriksa laporan keuangan dan mengeluarkan opini atas pemeriksaannya itu. Dalam keputusan Menteri tsb khususnya Bab II Bagian kedua pasal 6 ayat (4), diungkapkan sebagai berikut : ” Pemeriksaan jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh KAP paling lama untuk 5 (
f. Mengeluarkan Opini.
Dalam kasus ini yang bertindak sebagai auditor adalah BPKP, yang merupakan auditor pemerintah, yang mempunyai tugas diantaranya membimbing dan mengarahkan suatu entitas melaksanakan akuntansi yang baik yang sesuai dengan standar yang berlaku di
Dengan mengeluarkan opini audit layaknya KAP, maka BPKP harus tunduk pada kode etik akuntan
KESIMPULAN
Analisis
Sebagai seorang akuntan seharusnya dapat selalu menjaga kepercayaan publik terhadap profesinya yang memberikan pendapat atas suatu laporan keuangan yang di audit. Dimana di saat seorang akuntan melakukan audit, maka publik selalu percaya bahwa akuntan akan selalu mempertahankan sikap independensi, integritas dan objektivitas sebagi seorang akuntan yang profesional. Hal tersebut sangat jelas di sebutkan dalam Standar Profesi Akuntan Publik dan di sebutkan kembali di dalam aturan etika akuntan publik. Sifat bawaan dari seorang akuntan yang selalu melekat dimata publik adalah sikap independensinya, sehingga akuntan sangat dipercaya. Independen berati tidak terpengaruh terhadap apapun dan menjaga integritas dan objektivitas dalam melakukan tugasnya. Seorang akuntan harus independen dalam dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance), integritas dan objektivitas juga haruslah dipertahankan, yang mana harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatment) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain.
Dari kasus yang terjadi pada PDAM Kabupaten Tasikmalaya tersebut di atas, auditor telah melanggar beberapa poin dalam etika akuntan Indonesia dan etika akuntan publik, juga peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang jasa akuntan publik. BPKP memang berbeda dengan akuntan publik, namun dalam kasus ini BPKP melakukan hal-hal yang dilakukan oleh akuntan publik / KAP. Maka sewajarnya BPKP mentaati etika dan aturan yang berlaku di akuntan publik yang berada di bawah naungan IAI.
Meskipun pemakai laporan keuangan PDAM adalah terbatas, namun tetap harus mengedepankan keakuratan dan kewajaran. Apalagi sekarang dengan adanya Permendagri Nomor 2 Tahun 2007, yang isinya antara lain menyatakan bahwa, laporan keuangan PDAM yang telah diaudit, harus dimuat dalam media
Saran
Kasus-kasus tersebut seharusnya tidak perlu terjadi apabila seorang akuntan dalam melaksanakan pekerjaan profesionalnya, mempunyai pengetahuan, pemahaman dan menerapkan aturan etika secara baik dan benar. Pekerjaan seorang profesional harus dikerjakan dengan sikap profesional pula, dengan sepenuhnya melandaskan pada standar moral dan etika tertentu. Dengan sikap profesionalnya dan memahami aturan etika, seorang akuntan akan mampu menghadapi berbagai tekanan yang dapat muncul dari dirinya sendiri ataupun dari pihak luar. Kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan peka terhadap persoalan etika juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana dia berada. Dalam hal ini, dunia pendidikan akuntansi juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etika akuntan.
Sumber :
http://ambarbayusetiawan.blogspot.com/2009/10/contoh-kasus-pelanggaran-etika-bisnis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar